Virus Budaya

Pagi ini lalu-lalang anak pergi sekolah sungguh menjadi rutinitas yang luar biasa ramai. Jalan kampung yang menghubungkan desa ke kota kecamatan seolah tak mampu menampung lalu lintas pengendara motor, mobil dan orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah. Ada lebih dari 10 sekolah mulai SD/MI sampai dengan SMA/MA yang dituju melewati jalan di depan sekolahku, tepatnya madrasah tempat aku biasa bercengkerama dengan anak-anak setiap hari.

Anak-anak sekarang sudah jauh berbeda dengan zaman aku sekolah dulu. Kalau zaman aku dulu berangkat sekolah tanpa alas kaki dan berangkat jalan kaki. Akan tetapi sekarang, meski jarak rumah sekitar seratusan meter dari sekolah, jarang sekali yang berangkat sendiri jalan kaki. Hampir semua diantar orang tuanya atau kakak atau mbakyunya.

Satu pemandangan yang hampir setiap hari aku jumpai adalah perilaku berpakain para pengantar anak-anak sekolah, lebih tepatnya ibu atau mbakyu pengantar. Betapa mata ini melotot tapi hati teriris manakala anak madrasah yang berseragam atasan dan bawahan panjang, tetapi ibu atau mbakyunya berpakaian mini, celana pendek, atau celana superketat sehingga kelihatan lekuk tubuhnya. Aku yang hampir tiap pagi kebagian berdiri di depan pintu gerbang menyalami anak-anak, dapat rezeki tumpah sekaligus guyuran maksiyat mata ini karena melihat pemandangan seperti itu. Memang tidak semua perempuan pengantar berpenampilan seperti itu, banyak juga yang rapi dan tertutup auratnya.

Sungguh budaya berpakaian super mini sudah mewabah sampai ke pelosok desa. Inilah realita dan fenomena yang kian mengakar di masyarakat. Betapa Hotpants bak jamur di musim hujan. Atau lebih tepatnya, virus budaya yang meracuni perilaku dan gaya hidup generasi muda Islam, disadari atau tanpa disadari.
Hotpants, kini bukan hanya dikenakan wanita saat ke kamar mandi atau rehat di ranjang tidurnya. Hotpants belakangan ini menjadi trend di kalangan wanita muslimah, tidak hanya dikenakan dalam suasana informal, tapi juga dalam ruang-ruang formal. Hotpants seolah menjadi pakaian kebesaran wanita abad ini.

Daya betot hotpants tak mengenal usia, mulai dari pelajar SMP, SMA, Mahasiswa, hingga ibu rumah tangga. Virus Hotpants merajalela di mall-mall, di jalan-jalan, di panggung-panggung hiburan, di layar kaca, di majalah-majalah, bahkan ironisnya lagi Hotpants dikenakan saat reuni, kondangan, hingga mengambil rapor anak di sekolah, untuk yang terakhir ini aku bersyukur di madrasahku tidak wali siswa yang mengambil rapor berpakaian seperti itu.

Sebenarnya sebelum menjadi trend fashion, hotpants kerap dikenakan oleh para (maaf) pelacur yang menjajakan dirinya di tempat-tempat prostitusi. Di rumah-rumah bordir, di klub-klub hiburan malam, dan sejenisnya, tubuh sang kupu-kupu malam itu menjadi daya tarik mata lelaki. Ya, Hotpants dikenakan memang untuk menggoda hasrat dan syahwat laki-laki ke dalam tegangan tinggi.

Atas nama Hak-Asasi Manusia (HAM), wanita merasa berhak mengenakan pakaian seronok apa pun. Ukuran moralitas, jangan diukur dari cara seseorang berpakaian. Begitulah para pengusung LIBERAL itu berdalih. Itulah sebabnya, kaum feminis dan aktivis kesetaraan gender membela mati-matian fenomena hotpants yang belakangan ini semakin merajelela.

Wanita yang berpakain Hotpants beralasan, selain bisa tampil seksi juga si pengguna akan merasa enjoy mengenakannya. Sekarang ini, celana pendek dianggap bukan hal yang tabu.
Hotpants yang pernah booming di tahun 1980-an, kini sudah biasa kita lihat di mana-mana. Bahkan dikenakan semua lapisan: Atas, menengah hingga strata masyarakat lapisan bawah. Biasanya, hotpants banyak dipakai oleh wanita yang punya bentuk kaki jenjang berkulit mulus.

Tidak heran, wanita seksi berpakaian hotpants ini sering dimanfaatkan jasanya untuk dunia industri dan berbagai event lainnya, seperti di sirkuit balap Grand Prix atau sebagai SPG sebuah produk tertentu untuk menarik perhatian yang melintasnya. Setidaknya menambah sensasi.

Para pengguna Hotpants memang bukan seorang  pelacur, tapi sudah bergaya dan berlagak seperti pelacur. Dengan meniru-niru pakaian pelacur, maka jangan salahkan masyarakat yang menilai wanita pemakai hotpants sebagai …???
Naudzubillah min dzalik.

Posting Komentar

0 Komentar