Kita semua adalah penulis. Ya, memangnya apa lagi yang kita lakukan di laman blog ini selain menulis? Meski begitu, kita punya motif masing-masing mengapa kita menulis. Selain itu, kita juga punya kenikmatan sendiri-sendiri dalam menulis.
Bagiku, yang paling kunikmati dari menulis adalah proses mengalirnya gagasan dari yang awalnya hanya ada di kepalaku ke layar (atau ke kertas, tegantung media menulisnya). Menurutku itulah kenikmatan hakiki dari menulis.
Apakah tulisanku akhirnya dibaca, disukai, bahkan bermanfaat bagi orang lain, itu urusan lain. Saat ada yang memuji, memberikan likes atau berkomentar, itu pun sebuah kenikmatan. Ada rasa senang bahwa tulisanku bermanfaat bagi orang lain. Namun, ada atau tidak adanya semua itu, aku tetap menemukan kenikmatan dalam menulis. Sebab hal-hal eksternal tadi bukanlah apa yang ingin kucapai.
Menulis tidak asal menulis. Sebagai seorang muslim, aku menyadari betul bahwa apa yang kutulis juga akan ditulis oleh makhluk tak kasat mata yang berada di kiri kananku. Semuanya akan diminta pertanggung jawaban. Setelah itu, aku akan menuai buah dari perbuatanku. Apakah buah pahala ataukah dosa? Maka dari itu, dalam menulis aku tidak hanya mengekspresikan diri, tetapi juga dilandasi niat untuk menjadikan tulisan itu bisa bermanfaat, lalu menjadi jariyah untukku.
Refleksi Menulis dan Nilai Intrinsiknya
Menulis bukan sekadar tugas, melainkan tindakan ekspresi dan refleksi yang mendalam. Bagi banyak orang, termasuk saya, kebahagiaan sejati terletak pada aliran gagasan dari pikiran ke halaman, baik secara digital maupun pada kertas. Proses ini, sebagaimana yang saya gambarkan dengan indah, adalah tempat di mana esensi menulis benar-benar dinikmati.
Motivasi di Balik Menulis
Setiap penulis memiliki motivasi mereka sendiri. Bagi beberapa orang, harapannya adalah agar kata-kata mereka dapat beresonansi dengan orang lain, memberikan wawasan, atau memicu dialog yang bermakna. Orang lain menemukan kepuasan dalam tindakan menulis itu sendiri, terlepas dari validasi eksternal. Sebagai seorang Muslim, perspektif saya menambahkan lapisan lain dari niat di balik tulisan saya. Saya menulis tidak hanya untuk berekspresi, tetapi juga dengan kesadaran akan pertanggungjawaban terhadap makhluk tak kasat mata di sekitar kita, berusaha agar kata-kata bermanfaat dan mungkin menjadi sumber pahala yang berkelanjutan (jariyah).
Dampak dan Umpan Balik
Meskipun umpan balik eksternal seperti pujian, like, atau komentar bisa membawa kebahagiaan, fokus saya tetap teguh pada nilai intrinsik menulis. Ini mencakup dimensi spiritual yang lebih dalam di mana setiap kata dipandang sebagai benih yang berpotensi untuk konsekuensi masa depan, baik dalam hal pahala maupun tanggung jawab.
Pada intinya, menulis bagi saya melampaui sekadar tindakan biasa menempatkan kata-kata di halaman. Ini menjadi praktik yang penuh kesadaran, mengaitkan ekspresi pribadi dengan kontemplasi spiritual. Pola pikir ini tidak hanya memperkaya tulisan tetapi juga mencerminkan tujuan yang lebih dalam dalam memberikan kontribusi positif kepada dunia melalui kata-kata
0 Komentar