Image AI |
Dengan lunglai Fahri membuka kunci kamar kosnya, setelah pintu kamar terbuka remaja usia 17 tahun itu berjalan masuk sambil melempar tas sekolahnya ke atas kasur, lalu dia duduk dilantai sambil menyandarkan badannya ke tembok, dadanya masih terasa sesak dan fikirannya kalut, masih terbayang dalam ingatannya kejadian yang baru saja terjadi, Dimana dia dan ayah tirinya terlibat pertengkaran hebat. Fahri tidak terima orang asing yang baru masuk ke kehidupannya mencampuri hidupnya, menurut dia yang berhak mengatur dan menasihatinya hanya ayah dan ibunya,yang sekarang sudah bercerai. Dia masih berharap orang tuanya bisa Bersatu lagi dan ia memilki kelurga utuh.
Fahri adalah remaja korban perceraian orang tua, orang tua Fahri bercerai karena masalah ekonomi Dimana ayahnya yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempanya bekerja karena ada konflik dengan atasannya,dan tidak mau berusaha lagi mencari pekerjaan, hanya diam di rumah, hal ini berdampak pada perekonomian keluarga fahri, yang berujung perceraian, ketika itu fahri duduk dibangku SMP kelas 8. Sebagai remaja korban perceraian Fahri sudah mengalami fase demi fase sebelum orang tuanya bercerai, mulai dari melihat orang tuanya bertengkar, karena perangai ayahnya sudah berubah setelah tidak bekerja lagi menjadi cepat marah, Ibunya mengalami KDRT, suasana rumah yang jauh dari kedamaian, kesulitan ekonomi Dimana ibunya terlilit hutang pinjol demi untuk menutupi kebutuhan sehari- hari, karena merasa semua sudah tidak bisa diperbaiki ibu Fahri pergi dari rumah dan Kembali ke rumah kakek dan nenek Fahri, dan memutuskan untuk bercerai.
Setelah kedua orang tua Fahri bercerai, hak asuh Fahri jatuh ke tangan ibunya, tetapi Fahri masih harus menahan kesedihan, ia harus hidup terpisah dengan ibunya karena ibunya bekerja di luar kota, dan Fahri di titipkan kepada nenek dan kakek. Berbulan – bulan Fahri menahan rasa rindu kepada ibunya yang biasa selalu Bersama. Perceraian orang tua berdampak pada psikologis, dan Pendidikan Fahri Dimana Fahri tampak selalu murung, pendiam, senang menyendiri. Nilai – nilai akademis nya pun turun, untuk mencapai nilai KKM saja Fahri kesulitan, sehingga Ketika akan melanjutkan sekolah dari SMP ke SMA, Fahri tidak di terima di sekolah negeri karena nilainya kurang, dan terpaksa melanjutkan di sekolah suasta. Sebetulnya Fahri berharap di terima di sekolah negeri untuk mengurangi beban ibunya karena sekolah di negeri gratis.
Setelah berbulan- bulan Fahri tidak bertemu dengan ibunya, betapa bahagianya Fahri mendengar kabar ibunya akan Kembali, Fahri sudah tidak sabar menungu hari itu tiba, ia ingin memeluk ibunya dan bercerita seperti dulu, akhirnya hari itu tiba ibunya Kembali, tetapi tidak sendiri ibunya Kembali Bersama seorang laki -laki, yang Ketika di kenalkan dia itu adalah calon suami ibunya yang tentunya calon ayah tiri Fahri. Betapa kecewanya Fahri ibunya yang selama ini dia rindukan, Kembali bukan untuk bertemu dengan dia tetapi justru membawa kabar bahwa ia akan menikah lagi. Fahri sudah berusaha menolak rencana ibunya tetapi apa daya ibunya tetap dengan rencananya dan akhirnya menikah.
Setelah ibunya menikah Fahri tinggal Bersama ibu juga ayah tirinya, fahri merasa risi karena belum terbiasa tinggal dengan orang asing dalam satu rumah walaupun ayah tirinya itu bersikap baik. Sepulang sekolah Fahri sering pulang tidak tepat waktu, menjelang mahrib biasanya Fahri baru tiba di rumah, bahkan setelah tiba di rumah Fahri pergi lagi untuk nongkrong dengan temannya sampai larut malam, hal ini berdampak pada sekolah Fahri, dia sering datang terlambat ke sekolah karena susah dibangunkan oleh ibunya, di sekolah pun Fahri sering mengantuk dan sering di berikan peringatan oleh guru dan sudah berkali – kali orang tua fahri di panggil kesekolah karena hal ini. Orang tua fahri terutama ibunya sudah sering menasihat Fahri tetapi Fahri tetap saja tidak mengubah perilakunya, terakhir ayah tirinya berusaha menasihati Fahri, tetapi fahri tidak terima dan balik menghardik ayah tirinya dengan kata – kata kurang pantas, yang mengakibatkan ayah tirinya lepas control dan memukul Fahri.
Karena kejadian itu fahri kabur dari rumah dan tidak mau Kembali lagi, dan meminta ibunya mengizinkan dia untuk kos. Dengan berbagai pertimbangan ibunya mengizinkan Fahri untuk kos, dengan harapan Fahri lebih nyaman, tidak nongkrong sampai larut malam, dan focus belajar. Tetapi ternyata Fahri tidak mengubah perilakunya, dia tetap nongkrong sampai malam, bangun kesiangan yang mengakibatkan terlambat masuk sekolah, juga mengantuk saat pembelajaran berlangsung, juga bolos sekolah. Orang tua Fahri Kembali dipanggil ke sekolah karena ayah fahri berhalangan dan ibu Fahri sedang sakit, akhirnya ayah tiri Fahri yang menghadiri undangan pihak sekolah, dan sudah ada kesepakatan yaitu apabila Fahri tidak mengubah perilakunya maka Fahri dipersilahkan untu mengundurkan diri dan mencari sekolah lain. Di perjalanan pulang ayah tiri Fahri berusaha menasihati Fahri Kembali, tetapi Fahri tetap tidak terima, dan balik menghardik ayah tirinya sehingga pertengkaran tidak bisa di hindari, dan hampir terjadi adu jotos sampai ada beberapa orang di jalan yang melerai dan Fahri Kembali ke tempat kosnya.
Ilustrasi diatas merupakan salah satu masalah yang dialami anak korban perceraian, Perceraian merupakan penyelesaian perkawinan apabila pihak suami dan istri sudah tidak menemukan jalan keluar atas permasalahannya yang tidak membuahkan kebahagiaan atas perkawinannya. Perceraian dapat dilakukan secara hukum maupun diluar hukum, Hurlock (2011). Perceraian adalah peristiwa yang traumatis bagi semua pihak yang terlibat bagi pasangan yang tak lagi dapat hidup bersama dan juga bagi anak-anak, mertua / ipar, sahabat, Perceraian dalam keluarga merupakan perubahan besar, bagi anak-anak akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena kehilangan satu orang tua, Sudarsono (2010).
Menurut Arif (2022), dampak perceraian orang tua terhadap kesehatan jiwa anak antara lain:
1. Resiko tinggi mengalami gangguan mental
Sebagian anak korban perceraian memang mampu melakukan penyesuaian dan bisa pulih beberapa bulan kemudian. Namun, tak sedikit pula yang mengalami depresi gangguan kecemasan.
2. Perilaku eksternalisasi
anak korban perceraian sangat rentan terhadap perilaku eksternalisasi atau masalah perilaku yang ditujukan pada lingkungan luar seperti kenakalan remaja, penyimpanagn norma sosial dan perampasan hak orang lain, serta perilaku impusif yaitu bertindak tanpa berpikir panjang.
3. Merasa bersalah
Anak korban perceraian sering berpikir bahwa mereka adalah penyebab dari perceraian orang tuanya.
4. Melakukan hal-hal yang berisiko
Diantaranya yaitu: merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang, serta seks di usia dini.
5. Penurunan prestasi akademik
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2019 di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS) menunjukkan bahwa anak dari keluarga yang bercerai cenderung memiliki masalah dengan sekolah
6. Beresiko mengalami perceraian di masa yang akan datang.
Mereka mungkin kurang tertarik untuk memiliki hubungan jangka panjang yang berkomitmen saat mereka beranjak dewasa.
7. Sulit beradapatasi dan menarik diri dari lingkungan sosial
Setelah perceraian anak mengalami banyak perasaan di dalam dirinya sehingga menyebabkan rasa cemas, sulit beradaptasi, dan malu untuk bersosialisasi.
Apa yang bisa dilakukan orang tua untuk meminimalisir dampak perceraian?
Menurut Fadli (2022), beberapa strategi yang dapat mengurangi dampak psikologis perceraian pada anak-anak yaitu:
1. Hindari konflik saat bersama anak.
Ketegangan kecil di antara orang tua dapat membuat anak stres dan menderita. Jadi, cobalah untuk bekerja sama menjadi orangtua yang baik saat bersama anak.
2. Hindari menempatkan anak di Tengah
Meminta anak untuk memilih orang tua mana yang paling disukai bukanlah tindakan yang tepat. Ini akan membuat anak stres dan depresi.
3. Pertahankan hubungan yang sehat
Komunikasi yang positif, kehangatan orang tua, dan tingkat konflik yang rendah dapat membantu anak-anak menyesuaikan diri dengan perceraian dengan lebih baik.
4. Konsisten untuk selalu disiplin
Tetapkan aturan yang sesuai dengan usia dan tindak lanjuti dengan konsekuensi bila perlu.
5. Pantau anak lebih dekat
Perhatikan dengan seksama apa yang anak/remaja lakukan dan dengan siapa mereka menghabiskan waktu mereka. Jangan sampai anak terjebak dalam pergaulan bebas
6. Berdayakan Anak
Ajari anak bahwa meskipun menghadapi perceraian itu sulit, ia memiliki kekuatan jiwa untuk menghadapinya
7. Ajarkan keterampilan koping / pemecahan masalah yang positif
Ajari anak cara mengelola pikiran, perasaan, dan perilakunya dengan cara yang sehat. Tanamkan ketaatan dalam menjalankan ibadahnya
8. Bantu anak tetap merasa aman
Buat anak tetap merasa dicintai, aman, dan terjamin, bahkan setelah orang tuanya berpisah.
Membangun keluarga harmonis bukanlah perkara mudah.
Berbagai perselisihan dan permasalahan antara suami dan istri dapat memicu pertengkaran dan berujung pada perceraian. Bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri bahwa anak-anak juga akan terkena dampaknya. Pasangan yang bercerai berusaha dengan berbagai cara untuk mengurangi dampak negatif perpecahan keluarga semaksimal mungkin agar tidak menimbulkan masalah yang serius bagi anak-anaknya. Namun, sulit untuk menghindari kenyataan bahwa perceraian atau perpisahan orang tua mempunyai dampak yang signifikan terhadap perilaku dan perkembangan kepribadian anak di masa depan.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa perselisihan keluarga mempengaruhi perkembangan kepribadian anak, dan perceraian banyak menimbulkan dampak negatif bagi keluarga, terutama anak.
Daftar Pustaka
Fadli, Rizal (2022). Dampak Perceraian Bagi Kesehatan Mental Anak.. https://www.halodoc.com/artikel/ini-4-dampak-perceraian-bagi-kesehatan-mental-anak. Diakses pada tanggal 25 Maret 2024
Hurlock, Elizabeth B. (2011). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Putra, Arif (2022). Dampak Perceraian Terhadap Anak Yang Penting Diwaspadai. https://www.sehatq.com/artikel/ini-dampak-perceraian-bagi-anak. Diakses pada tanggal 25 Maret 2024
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.
____________
Penulis: Resti Susanti (Kelas Menulis Simpel Artikel, KMS-8)
0 Komentar